Tuesday, January 14, 2020

Template Dana Darurat Sederhana Gratis!

Hai! Apakabar!

Kali ini, aku mau share Template sederhana yang aku gunakan untuk mencatat Dana Darurat aku.

Dana Darurat itu apa sih? 


"Singkatnya, Dana Darurat itu, uang yang digunakan waktu kita mengalami keadaan penting dan gawat yang tidak terduga."


Ingat ya, 'PENTING' dan 'GAWAT'. Kalau mau beli tiket konser karena band kesayangan manggung, itu bukan 'Gawat'. 😖 Kalau mau renovasi rumah tapi sebenarnya masih oke, itu bukan 'Gawat' juga. 😖 Tapi kalau HP kalian kecolongan, itu bisa pakai Dana Darurat 👍

Lebih lengkapnya, kalian bisa liat di instagram-instagram pada penggiat personal finance awareness. Salah satu Instagram yang aku ikutin itu, JOUSKA dan ZAP Finance. Pernah aku bahas juga di post sebelumnya.


Nah, supaya lebih berasa progressnya, aku bikin chart atau perkembangan berapa uang yang udah aku kumpulkan untuk Dana Darurat. Kebetulan, tadi aku searching gitu kan, ketemu gambar lucuk infografis yang bisa menjelaskan singkat apa soal Dana Darurat dari website https://ilovelife.co.id/ lebih lengkapnya, kalian bisa klik di sini : https://ilovelife.co.id/blog/serba-serbi-dana-darurat-yang-harus-anda-alokasikan/

Abis itu, aku gabungkan dengan tabel di MS Word. Jadinya begini:


template Dana Darurat


Nah, buat kalian yang pengen buat gitu juga, aku share Template buatanku secara gratis disini:

https://drive.google.com/drive/folders/1zxinqpjE3wVzlPnm6pFx3d6gzqPihm1S?usp=sharing

Kalian bisa Edit kok, di sesuaikan dengan keinginan kalian. Kalau pas ngisinya, atau menghitamkan kotaknya, aku saranin pakai pensil aja, karena pada dasarnya kan memang Dana Darurat itu bisa kepakai dan bisa diisi lagi.

GOOD LUCK! Bye Bye~~~




Wednesday, January 1, 2020

3 - Hidup itu drama picisan

Hidup bergantung pada alam membuatku selalu menerima apapun yang terjadi diluar kontrol manusia. Di saat bergembira akan panen tapi tiba – tiba ada hujan deras, angin besar atau serangan hama yang membuat panen gagal, kami hanya bisa menerimanya dan bersiap untuk tanam selanjutnya, mencari keberuntungan selanjutnya. Namun aku tidak yakin akan datang keberuntungan selanjutnya setelah Om Andra. Aku sudah terlalu lama menyerah saat dia datang di hidupku.
Pipi dan ujung bibirku masih perih, Kesha memakai cincin saat dia menamparku jadi rasanya lebih sakit daripada tamparan Ibu meskipun intensitasnya sama. Aku tahu ini akan terjadi, dia tidak akan mengerti bahwa di dunia ini ada seseorang yang mendambakan sosok ayah bukannya om – om genit. Dia tidak menerima konsep hubungan platonik antara teman – ah, aku bukan temannya lagi ku kira mengingat dia memanggilku lonte – dan Ayah-nya.
Kembaranku meneteskan air mata, air mata yang sama yang membuat pandanganku kabur tapi aku masih bisa melihat matanya yang sudah tidak bercahaya lagi. Aku melihat mata yang sama sebelum bertemu Om Andra. Mata yang tidak berani berharap, tidak berani bermimpi dan pasrah bahwa tidak akan ada sosok yang diimpikannya. Dia terus mengeluarkan air mata tanpa suara. Aku tahu kenapa, karena akupun tidak memiliki hal yang ingin aku protes, yang ingin aku teriakkan pada dunia. Air mata ini hanya tanda penerimaan pada perubahan, sebuah bentuk kepasrahan. Aku duduk, bersandar pada rangka ranjang yang terbuat dari besi dan menunggu sampai alirannya berhenti.
“Daah Rin”
“Hati – hati Bu” Aku melambai pada Bu Wido yang dibonceng suaminya.
Aku menarik tali tas keatas, lalu berjalan dengan kaki yang berusaha keras menahan tubuhku yang lelah. Jam 9 malam jalanan Surabaya masih ramai tapi entah kenapa kendaraan umum tidak segera muncul diantara kendaraan pribadi yang melintas. Aku mendongak, melihat langit hitam yang pesona bintang-nya tidak terlihat karena tertutup warna abu – abu gelap awan. Aku berharap semoga angkot atau bis segera datang karena mungkin saja sebentar lagi hujan. Sudah hampir tiga bulan cuaca tidak menentu, kadang hujan deras, kadang panas membakar, kadang di siang hari terik dan di malam hari hujan.
Haaah.... tanpa sadar aku menghela nafas lagi memikirkan cuaca ini karena aku jadi teringat dengan masalah yang sedang terjadi di rumah. Mas Alfa dan Mas Alvin berencana menanam melon karena prediksi mereka akan terjadi kemarau tapi setelah tanam dan perawatan satu minggu, hujan deras turun, menenggelam-kan melon – melon. Mas Alfa dan Mas Alvin tidak memberitahuku, mereka tidak ingin aku berfikir macam – macam dan konsentrasi pada kuliah. Aku tahu kabar ini dari Mas Aan yang menanggung biaya hidupku sementara ini karena keuangan di rumah sedang tidak stabil.
Mas Alfa dan Mas Alvin memang selalu bertanggung jawab pada keluarganya, mereka bahkan memberi Mas - Mas yang lain uang dari hasil sawah berapapun itu. Jika mereka sampai meminta bantuan dari adiknya, itu berarti keadaan di rumah memang tidak bagus itulah kenapa aku  mulai mencari pekerjaan seminggu yang lalu, menjadi asisten chef di restoran yang buka sampai subuh ini. Untung saja di fakultasku belum ada kebijakan Magang atau PKL, hanya ada studi kelayakan bisnis. Aku mendapatkan shift dari jam 4 sampai jam 9 malam. Setelah itu aku digantikan Rendy yang nanti bekerja sampai tutup.
Badanku mulai bergerak – gerak tidak nyaman setelah setengah jam menunggu dan tidak ada angkutan umum yang melintas padahal angkutan umum hanya beroperasi sampai jam 10 malam. Itu artinya aku harus naik taksi dan naik taksi tidak murah, rasanya jadi percuma jika uang part time-ku harus digunakan untuk membayarnya. Do’a khusyuk memanggil angkutan terganggu saat sebuah mobil hitam besar tipe SUV berhenti di depanku, menghalangi pandangan. Aku akan menyingkir saat kaca hitam legam turun dan namaku di panggil.
“Arini”
Aku melihat ke dalam dengan ragu – ragu dan menemukan wajah yang hampir kulupakan meskipun seharusnya wajah tampan itu tidak mungkin terlupa tapi aku saja lupa makan jadi wajar.
“Pak Sebastian?”
“Hai. Kamu mau pulang?”
“Iya Pak”
“Masuklah, aku antar”
Aku melihatnya tidak yakin. Kami memang beberapa kali bertemu saat aku bersama Om Andra tapi tidak pernah ada percakapan pribadi diantara kami, bahkan dia terlihat tidak peduli padaku. Jadi rasanya sangat janggal kalau dia sampai menawarkan tumpangan padaku.
“Terimakasih tawarannya tapi saya bisa sendiri” jawabku sopan.
“Kenapa? Sudah ada yang menjemputmu?” tanyanya seakan yakin sekali ada yang berminat menjemputku malam – malam begini kecuali supir angkot tentunya.
“Tidak ada. Saya naik angkot”
“Memangnya masih ada malam – malam begini?”
“Semoga saja. Selamat malam” aku memberinya anggukan hormat kemudian menyingkir dari mobil itu. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa tidak nyaman lama – lama berhubungan dengan lelaki itu.
Mobil itu tidak kunjung bergerak, malah pintu bagian kemudi-nya terbuka dan lelaki penting itu turun. Dia memakai pantalon dan kemeja yang ketat, tidak ada dasi dan jas. Aku hanya terdiam saat dia menghampiriku. Mau apa dia?
“Sebentar lagi hujan”
Aku mengerutkan kening, menatap langit yang memang semakin pekat dan petir kecil mendukung perkataannya.
“Um... sepertinya”
Wajahnya berkedut kecil, aku sudah terlatih untuk memperhatikan orang lain secara mendetail jadi aku tahu dia sedang kesal pada jawabanku dan itu semakin membuatku bingung. Kenapa?
“Kesha mencari data di perusahaan, kenapa kamu tidak ikut dengannya?”
Cubitan perih muncul di dadaku, “Lebih baik mencari di perusahaan berbeda agar lebih bervariasi”
“Bukan karena hubunganmu dan Pak Andra yang sudah diketahui Kesha?”
Sakit hati, takut dan malu menyerangku bertubi – tubi, membuat jantungku berpacu cepat sampai terasa pusing.  Bagaimana dia bisa tahu?
“Kesha bercerita padaku saat dia mencari data” Lelaki tersenyum miring, senyum yang membuatku ingin menamparnya dengan keras padahal aku sangat membenci kekerasan “Aku salut padamu, kamu bisa bermain sangat lama, tepat di bawah hidung Kesha dan tidak ada yang curiga”
Dia memang terlihat sangat memujiku tapi aku tidak ingin mendapatkan pujian seperti itu. Aku mengeratkan kepalan tanganku, menahan agar tidak melayang di wajah tampannya yang arogan. Demi tuhan, umurnya 35 tahun, bukankah di umur itu manusia lebih mawas diri? Lebih bijaksana? Dia seharusnya sudah bisa mengayomi seorang anak tapi saat ini dia lebih seperti remaja SMA labil yang tidak memikirkan perasaan orang lain. Bagaimana bisa dia menyinggungku seperti ini saat aku tidak memiliki masalah dengannya.
Aku mencari ponselku dan memesan taksi. Aku ingin segera pergi dari sini, pergi dari makhluk menyebalkan yang tidak punya simpati. Jenis makhluk yang paling aku benci. Ukh, aku tidak pernah dengan mudah mengeluarkan kata benci karena benci memiliki makna yang dalam tapi lelaki ini memang sangat keterlaluan. Aku tidak salah kan.
“Kabur?” tanyanya dengan nada yang membuatku ingin menonjoknya.
Aku memejamkan mata, menggeratkan rahangku, menahan emosi yang bergejolak. Kenapa kamu berfikir kekerasan lagi Rin, kamu bukan gadis seperti ituKamu benci kekerasan. Ingat itu.
“Aku hanya memberi salam, selamat malam” katanya dengan keramahan yang terdengar sangat palsu di telingaku.
Aku tidak membalasnya karena terlalu kesal. Bunyi kendaraannya yang menjauh membuatku semakin lega, setidaknya aku akan berhenti menjadi sesuatu yang aku benci. Taksi yang kupesan datang dan di belakangnya ada angkot yang sangat aku tunggu sejak tadi. Aku sudah terlanjur membuka pintu taksi dan tidak mungkin aku menutupnya lalu masuk angkot. Rasanya dadaku bergelak marah lagi, jika saja lelaki rese itu tidak datang dan membuatku kesal aku bisa naik angkot dan menghemat 20 ribu. Uuurggghhh....
Aku mengerjapkan mata saat dunia terasa bergoyang. Gempa Bumi? Tanganku refleks memegang kepala yang terasa akan copot dari tubuhku. Mual tiba – tiba mendera, membuat kerongkonganku berkontraksi ingin mengeluarkan sesuatu yang asam. Aku segera mencari selokan terdekat dan memuntahkan yang ternyata tidak seheboh bayanganku. Aku memang belum makan apapun sejak jam 2 tapi aku sudah bisa tidak makan sampai selama ini jadi kenapa aku harus sampai seperti ini sakitnya dan tiba – tiba, tanpa ada peringatan sebelumnya. Aku masih menunduk, memuntahkan udara yang tidak membuatku semakin baik. Aku sadar, aku harus menyelamatkan diriku sendiri bagaimanapun caranya.
Aku mengambil ponsel dan memanggil taksi, aku harus segera pulang ke kos. Mungkin aku hanya butuh istirahat dan teh hangat. Aku bersandar di tiang listrik di dekatku, menahan agar tidak terbawa oleh ketidak sadaran yang sangat menggoda karena mempertahankan diriku agar tetap sadar terasa begitu sakit, menusuk – nusuk mata dan kepalaku.
Bertahan Arini, kamu tidak boleh pingsan di sini. Akan sangat merepotkan. Tahan sampai taksinya datang.
Sebuah mobil berhenti di depanku yang sekarang tidak bisa jelas melihat karena semua berputar – putar semu. Aku meraih pintu dan memasukkan diriku kedalamnya, lalu semuanya terasa damai, tidak ada rasa sakit lagi.
Aku bangun disambut dengan rasa sakit dan kaku di tangan kananku, tidak ada rasa pusing dan mual yang membuatku kalah. Sepertinya memang hanya butuh istirahat. Aku menghela nafas lega, mungkin lambungku yang bermasalah mengingat aku memang malas makan setelah berpisah dari Om Andra. Menggelikan memang tapi mau bagaimana lagi, otakku terkalahkan oleh hatiku yang sedang memiliki masalah.
“Anda sudah bangun?”
Aku membuka mataku saat mendengar suara asing yang terdengar sangat formal. Aku bukan hanya menemukan sosok asing tapi juga tempat asing yang terlalu mewah untuk menjadi kamar kosan. Ini seperti di kamar hotel yang sering aku lihat di TV tapi tidak mungkin pelayan hotel memakai pakaian suster rumah sakit. Dia membawa nampan yang tidak salah lagi berisi suntik dan botol obat kecil.
“Syukurlah anda sudah sadar, saya akan menyuntikkan obat dulu. Tuan Sebastian pasti senang mendengar anda sudah siuman.” Katanya dengan ramah lalu melakukan prosedur standar menyuntikkan obat di infusku yang terasa perih setelah merasakan cairan itu mengalir di pembulu darahku.
“Anu... tadi suster bilang Pak Sebastian?”
“Iya. Beliau tidak bisa menunggui anda dan meminta kami untuk mengabari beliau jika anda siuman.”
“Bagaimana bisa saya di sini?”
Suster itu masih tersenyum, “Anda datang kemarin malam, anda pingsan saat Pak Sebastian membawa anda. Asam lambung anda sangat tinggi, nona.”
Aku mengangguk dan menatap langit – langit berwarna putih yang bahkan terlihat begitu mewah. Aku mengerti apa yang dikatakan suster itu tapi aku menolak menerima apa yang otakku proses dari penjelasannya. Terlalu tidak masuk akal. Mungkin aku hanya bermimpi. Pasti begitu. Lebih baik aku tidur lagi.

COBA BACA YANG INI, DEH

Pengalaman Pertama Lolos Google Adsense Wow!

Hai, gimana kabar kalian? Baik? Ada yang berubah nggak dari blog aku? YAP, Sekarang ada IKLAN nya! Ih, kok sekarang ada iklannya sih?...

EH, BANYAK YANG LIHAT!